Selasa, 23 Agustus 2011

Kerana Kondom

Saat itu aku berusia 20 tahun dan untuk pertama kalinya aku masuk ke sebuah toko condom di
Singapura yang terletak di salah pusat surga belanja untuk orang Indonesia (kebanyakan), Orchard
Road. Terus terang, setiap kali aku ke Singapura dan melewati pertokoan daerah situ, aku selalu
melihat toko condom ini. Rasa penasaran akan barang-barang seperti apa yang dijual membuatku
ingin selalu masuk.
Dari segi fisik, tubuhku sudah tergolong ukuran dewasa, ditambah lagi dengan suaraku yang ngebass.
Tinggiku sekitar 180an cm dan berat 75an kg., dengan bulu bulu tipis kasar di wajah. Aku
harus mencukur setiap hari karena pertumbuhan buluku yang tergolong cepat. Mungkin karena inilah
yang membuatku tidak perlu menunjukan id saat pergi ke hiburan malam, termasuk toko condom ini.
Baru kuketahui bahwa barang barang yang dijual sangatlah unik unik. Dari condom berbentuk
kaktus, burung, dsb., juga aneka rasa, gel pelicin untuk masturbasi, sex game, cambuk, dildo aneka
bentuk, hingga celana dalam sexy semuanya lengkap. Akupun mulai kebingungan tapi juga senang.
Untungnya penjaga saat itu adalah lelaki jadi aku cuek cuek saja.
Ketika sedang memilih kondom, seorang lelaki berukuran sedang (175cm/68kg) masuk. Ia adalah
lelaki fantasi idamanku, berpakaian formal kerja yang rada ketat di tubuhnya. Aku mengamatinya
dengan seksama. Ternyata ia sedang berada di area gel pelicin. Pas sekali dengan kondom ini,
pikirku. Ia lalu berbicara dengan penjualnya. Aku mendekati mereka berpura-pura melihat barang
lainnya setelah mengambil beberapa kondom yang aku suka.
Tampaknya ia tahu bahwa aku mendekatinya. (Gay radar) Setelah usai berbicara, ia lalu melihat
barang barang lain. Aku kembali ke area kondom berpura-pura kebingungan memilih kondom lagi,
dan sedikit mencuri pandang padanya. Ia melihatku dan menghampiriku.
"Hmm, coba yang rasa ini saja. Dijamin enak.", kesan dia.
Dari yang kuketahui, orang Singapura bukanlah orang yang pertama kali mengambil langkah tapi dia
berbeda.
"Oh ya? Lalu rasa apalagi? Bentuk?", Tanya aku sambil berusaha untuk ramah dan mendekatinya.
"Yang ini juga boleh. Tapi agak kecil sih.", katanya sambil menunjukkan satu kondom. Baru
kuketahui ternyata ada berbagai ukuran dalam kondom, atau mungkin punya dia yang berukuran
besar?
"Kalau gel?", Tanyaku walau sudah tahu.
Ia menuntunku ke bagian gel tersebut dan memberikan saran. Aku mengikuti beberapa saran yang ia
berikan. Setelah membayar, kami keluar bersama. Sambil mengobrol, ia mengajakku untuk duduk di
sebuah caf�. Kami ngobrol hampir 2 jam lamanya (namanya Marvin), dan mata kami tidak pernah
lepas dari pandangan masing-masing. Sesekali aku memerhatikan dadanya yang bidang dan
lengannya yang berisi. Bisa kupastikan bentuk tubuh dalamnya. Tak lama setelah mengetahui apa
yang kusuka, Karena kamu suka lukisan, sekarang lagi ada pameran lukisan orang loh di museum.
Mau kesana? Tentunya tidak kutolak ajakan kencan ini.
Setelah keliling melihat lukisan-lukisan itu, aku permisi ke wc sebentar. Ia juga ingin kesana. Tak
kusangka begitu sampai di tempat kencing, ia mendatangiku dan menciumku secara langsung
dengan permainan lidahnya yang nikmat.
"Apa tidak apa-apa di tempat umum nih? Nanti ada orang atau petugas gemana?", tanyaku.
"Tidak apa apa koq. Disini jarang ada yang masuk. Ah, bibirmu sexy sekali", kesannya sambil
menciumku kembali.
Ia lalu membuka celananya lalu membuka celanaku. Kini aku mengerti mengapa kondom yang ia
sarankan itu termasuk keciluntuknya. Bagaimana tidak? Ukurannya saja selain panjang dan besar.
Dari perkiraanku, aku yang memiliki penis berukuran 14cm dengan ketebalan lebih saja, ia
kuperkirakan sekitar 17cm dengan tebal setengah kalinya dari aku. Tak kusabar ingin kuoral
miliknya. Ia pun mengiyakan.
"Oh, enak banget oralanmu. Terusin, Tom.", kisahnya.
Tanpa disuruhpun, memang itu yang ingin kulakukan. Aku mengitari kepala penisnya terus-menerus,
tempat dimana daerah paling sensitif miliknya, kemudian lidahku beralih kebawah kebagian buah
zakarnya yang sudah dicukur halus. Ia pun sedikit berteriak. Ia lalu menarikku keatas dan berkata,
Kini, giliranku. Sambil memainkan penisku, aku membuka kemejaku. Kehebatan permainan
lidahnya tidaklah kalah hebat Pastinya Mana mungkin orang seperti Marvin tidak hebat dalam
permainan sex seperti ini?
"Bagaimana kita mencoba kondom yang tadi kamu beli? Mau?", tanyanya.
"Boleh saja, dengan gel-mu ya.", jawabku.
Ia mengambil gel mint yang baru ia beli dan aku juga mengambil kondom rasa extra mint yang aku
beli. Bisa kubayangkan seberapa dinginnya lubangku nantinya. Setelah memakaikan gel pada
penisnya yang besar itu, aku memakaikan kondom untuknya, dan kemudian mengolesi gel lagi. Ia
terlihat kedinginan dan semakin bergairah. Sambil berterima kasih karena membantunya, ia
memutarkan tubuhku dan menciumku.
"Tahan ya. Siap kan?"
"Pelan pelan ya. Kamu punya terlalu besar sih."
"Tenang aja, Tom. Kamu pasti akan menikmatinya."
Dengan perlahan lahan (maklum belum pemanasan), ia mulai memasuki penisnya. Aku bisa
merasakan kepala penisnya sudah masuk sebagian. Sambil memainkan nippleku, ia
menenggelamkan seluruh penisnya ke dalam lubangku. Aku sempat berteriak kecil tapi ia langsung
menciumku. Tangannya yang satu tetap memainkan nipple-ku, sedang yang satunya lagi mengocok
penisku. Ah, aku sungguh bergairah dibuatnya.
"Enak kan, Tom? Apakah kamu menyukainya?"
"Aku suka banget. Ah, enak banget gaya mainmu. Terusin terusin", kesanku.
"Bisa kulihat dari wajahmu. Ah Tom, aku ingin keluar sekarang. Ah, aku keluar ya."
Dengan cepat aku melepas penisnya dari lubangku, membuka kondomnya lalu mengocok penisnya.
Ia pun berejakulasi dengan semprotan sperma yang banyak yang diarahkan langsung ke dalam
tempat pembuangan. Aku terus mengocok penisnya hingga sperma pada tetes terakhir. Ia kegelian
ketika aku berbuat demikian.
"Sekarang, apa kamu mau memasukiku?", tanya ia.
"Tentu saja. Kamu pasti akan keenakan juga deh. Yakin aku."
Ia lalu membantu melumaskan gel dan memasangkan kondom pada penisnya. Secara perlahan aku
memasukan penisku tepat pada sasarannya. Terlihat ia sangat menikmatinya. Aku kemudian
memasukan semua batangku dan memompa penisku. Ia berdiri sambil menciumku. Dapat kurasakan
betapa ketat lubangnya itu. Penisku serasa terjepit oleh lubang yang sangat kecil.
"Ahhh, aku mau keluar!", Kisahku sambil mengocok penisnya yang telah tegang kembali.
"Keluarin aja di dalam, Tom. Aku ingin merasakan hangatnya spermaku dalam lubangku", jawab ia.
Seperti yang ia inginkan, tak lama aku pun berejakulasi didalamnya. Aku kemudian mengocok
penisnya kembali sambil memainkan nipple kirinya, dan kini spermanya berhamburan di sekeliling
lantai. Penisku seakan menjadi lebih terjepit lagi.(ceritalucahku.blogspot.com)
Tak lama, aku mencabut keluar penisku dari lubangnya. Ia sangat terkekut melihat banyaknya cairan
sperma pada kondom yang kukenakan. Kami bersih-bersih (termasuk lantai yang berceceran sperma)
lalu keluar. Setelah kulihat jam tanganku, ternyata kami sudah menghabiskan waktu hampir satu jam
di wc itu.(ceritalucahku.blogspot.com)
Walau kejadian ini sudah terjadi beberapa tahun yang lalu, hingga saat kini, saat aku berkunjung ke
Singapura atau ia datang ke Jakarta, kami selalu menyempatkan diri untuk melakukan sex. Ya jelas,
siapa yang akan menolak dengan pria seperti itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar